Thursday, September 11, 2008

pentingnya sajda

A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanir rahiim
Allahumma sallli 'ala sayyidina Muhammadin wa 'ala aalihi wasahbihi wasallam

Khutbat al-Jumu`ah: Pentingnya Sajda

Shaykh Muhammad Hisham Kabbani

07-Januari-2005

Masjid as-Siddiq, Burton, Michigan

Wahai Mu’min, Wahai Orang-orang yang beriman! Allah SWT menciptakan kita untuk mengabdi dan menyembah-Nya. Wa ma khalaqtal al-jinna wal insa illa li ya’buduuni. [QS 51:56] Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Dan tingkat tertinggi dari penyembahan adalah sujud, sajda. Saat Allah memerintahkan para malaikat untuk melakukan sajda kepada Adam a.s., itu berarti sajda adalah level tertinggi dari ibadah. Sajda hanyalah untuk Allah. Allah memerintahkan para Malaikat untuk melakukan sajda penghormatan, bukan sajda penyembahan, untuk mengajarkan kepada kita bahwa level tertinggi dari penghormatan adalah “untuk melakukan sajda pada-Ku.”

Wa idh qulna lil-malaikati ’sjudoo li-adama fasajadoo illa ibleesa qaala a-asjudu liman khalaqta teenan. Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu semua kepada Adam", lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata: "Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?" [17:61]

Allah memerintahkan para malaikat untuk melakukan sajda kepada Adam, dan satu-satunya yang menolak melakukannya adalah Iblis. Jadi, sajda bermakna membungkuk ruku’ dan bersujud serta berserah diri kepada Allah dan menerima-Nya sebagai Tuhan kta dan menerima Nabi-Nya Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam sebagai utusan-Nya.

Dikatakan oleh Imam Qurtubi, seorang sejarahwan dan imam besar yang telah banyak menulis sirah (sejarah) Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam dan koleksi-koleksi hadits. Al-Qurtubi berkata bahwa yang pertama kali melakukan sajda kepada Adam adalah Israfiil, malaikat yang bertugas meniup terompet.

Nama Israfiil dalam bahasa Arab adalah Abdur-Rahman dan nama aslinya Israfiil adalah dalam bahasa Assyriac dan karena ia melakukan sajda untuk pertama kalinya, Allah melimpahkan barakah-Nya padanya dengan menuliskan keseluruhan Quran di antara dua matanya. Itu hanya karena satu kali sajda penghormatan (kepada Adam). Bagaimana menurutmu dengan satu kali sajda ibadah kepada Allah? Jika satu sajda menjadikan keseluruhan Quran dituliskan di antara kedua mata Sayyidina Israfiil, bagaimana pula jika seseorang melakukan satu kali sajda kepada Allah, ilmu dan marifatullah seperti apakah yang akan dikaruniakan padanya?

Saat shaytan melihat manusia melakukan sajda, ia berkata, ya wayla amaralla adam bis-sajood fa atahu al-jannah. “Ia memerintahkan Adam untuk melakukan sajda dan ia melakukannya, maka Allah pun memberinya Surga untuk hal itu; dan aku diperintahkan melakukan sajda dan tidak kulakukan hal itu, maka aku pun dikirimkan ke neraka.”

Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, bersabda bahwa perbedaan antara kufr dan iman adalah meninggalkan salaat. Karena itulah Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam biasa untuk melakukan banyak sekali sajda. Seseorang pernah datang dan berkata kepada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, “Wahai Nabi Allah, masukkanlah diriku dalam golongan orang-orang yang memperoleh syafa’ahmu.” Beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Jika kau menginginkan syafa’ah-ku, jadilah mereka yang banyak melakukan sajda, maka syafa’ahku akan dijamin bagimu.”

Dikatakan pula bahwa ketika Allah memerintahkan Adam untuk melakukan sajda pada-Nya [dan ia menaati-Nya] maka Allah menjadikan hal ini sebagai sebab seluruh keturunannya menjadi terhormat. Tidak seperti hewan yang harus menaruh mulut mereka pada tanah untuk makan, Allah meninggikan manusia sehigga mereka makan tanpa harus menaruh mulut mereka di lantai. Karena hal ini (sajda), Allah menjadikan mereka terhormat, sementara hewan karena mereka tidak melakukan sajda, terpaksa untuk makan dengan menaruh mulut mereka ke tanah..

Beberapa orang bertanya mengapa kita mesti melakukan dua kali sajda dalam setiap raka’at tapi hanya perlu melakukan satu kali ruku’ setelah Fatihah. Mengapa?
Diriwayatkan bahwa ketika para Malaikat telah melakukan sajda kepada Adam, dan memenuhi perintah Allah SWT, dan mereka mengangkat kepala merea setelah melakukan sajda, mereka melihat Iblis tidak melakukan sajda. Apa yang mereka (para Malaikat) lakukan? Mereka pun melakukan sajda lagi, bersyukur pada Allah yang telah memberikan pada mereka inspirasi dan keinginan untuk melakukan sajda sementara Iblis menolak untuk melakukannya.

Dan diriwayatkan pula bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersalat di belakang Jibril ketika Jibril mengajarinya untuk melakukan salat, dan ketika mereka melakukan sajda, Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam mengangkat kepalanya sebelum Jibril dan melihat Jibril masih dalam sajda, maka beliau pun kembali melakukan sajda.

Yang pertama adalah sajda kepada Allah dan yang kedua adalah bersyukur pada Allah.
Ma taqarrab al-‘abdu ila-Allah illa bis-sujuud al-khafiyy. “Tak ada bentuk ibadah yang lebih baik daripada sujud yang tersembunyi.”

Karena itulah mengapa Muslim berbeda dari semua agama lainnya, Muslmi menaruh keseluruhan dahi mereka di tanah.
Pada Hari Pembalasan nanti, orang-orang akan dibangkitkan dari kubur mereka.. Dan para Malaikat akan datang dan membersihkan debu dari dahi-dahi mereka.. Dan akan ada debu yang tetap tertinggal di dahi mereka. Para Malaikat pun mencoba lagi untuk menghapuskannya, namun debu itu tetap tak mau hilang. Kemudian suatu panggilan akan menyeru, ”Biarkan itu! Ini adalah debu dari usaha mereka memerangi diri mereka sendiri, ini adalah debu dari sujud mereka kepada-Ku dalam mihrab-mihrab mereka; ini adalah debu dari saat-saat ketika mereka menyembah Allah, bukan debu dari kuburan mereka.”

Adalah Sunnah, walau bukan dalam masjid-masjid masa sekarang, namun sebelum ini ketika masjid-masjid masih dibangun dari tanah (tanpa lantai, penerj.), adalah Sunnah untuk tidak menghapuskan debu dari dahi setelah menyelesaikan salat. Jadi, kini kalian bisa melihat, terutama pada (mazhab) Syafi’i, saat mereka membaca Surat al-Fatihah, mereka menyapu muka-muka mereka karena mereka hendak mengambil barakah itu pada muka-muka mereka.

Allah pun berfirman. “Tinggalkan debu itu pada dahi-dahi mereka, Aku ingin agar diketahui bahwa mereka adalah para penyembah-Ku di dunya.”
Anas berkata bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam ketika beliau menyelesaikan salatnya biasa menyapu dahi beliau dan berkata “Bismilah illadzii huw ar-rahmanu r-rahiim, Allahumma idzhab ‘anni al-hammi wal-hazn.” “Wahai Allah, hilangkan daripadaku kesulitan dan kesedihan.”

Diriwayatkan pula bahwa pada Hari Pembalasan akan muncul sekelompok orang yang berdiri di pinggir Siraat al-Mustaqiim dan mereka menangis. Sebuah suara akan berseru, “Bergeraklah maju!.” Mereka akan menjawab, “Kami takut untuk bergerak maju dan jatuh ke dalam api neraka.”

As-siraat adalah seuatu jembatan dari tempat kebangkitan menuju Surga, dan mereka khawatir akan terjatuh tergelincir, karena di bawah jembatan itu adalah Neraka.
Jibriil akan berkata pada mereka, “Bagaimana kalian mampu menyeberangi Samudera lautan?” Mereka menjawab, “Dengan sufuun, dengan kapal.” Maka, kemudian masjid-masjid tempat mereka dulu pernah bersalat di dalamnya akan dibawa oleh para Malaikat, dan pada hari itu keseluruhan masjid-masjid itu akan datang bagaikan perahu atau kapal dan mereka pun akan mengendarainya, [mereka tahu dengan segera rupa masjid-masjid mereka] dan mereka akan menyeberang dengan masjid mereka di atas siraat al-mustaqiim. Karena itulah, direkomendasikan untuk melakukan salat dalam masjid-masjid yang memiliki suatu jama’at karena masjid-masjid ini akan menjadi seperti perahu untuk menyeberang dari satu sisi siraat menuju sisi lainnya, pada Hari Pembalasan nanti.

Wahai Muslim, Allah memerintahkan kita untuk melakukan sajda pada-Nya. Hari ini, mereka berbicara tentang pemulihan kemanusiaan (Humanitarian relief) bagi mereka yang wafat dan hal ini adalah penting.

Ketika saya pulang ke rumah dari sini selepas Isya’, saya menerima telepon dari Indonesia. Tiga orang murid kami menelepon saya dari Aceh, kami mengutus mereka ke sana untuk memastikan apa yang dibutuhkan agar kita bisa menolong mereka. Mereka berkata, “Tak seorang pun hidup. Anda dapat melihat masajid yang masih kokoh berdiri, sedangkan rumah-rumah penduduk telah hancur lebur.

Masjid-masjid ini, Allah tak akan menghancurkannya. Masjid-masjid ini akan menjadi bukti, akan menjadi saksi-saksi. Masjid-masjid ini akan berkata, “Orang-orang ini yang telah melakukan sajda dalam masjid ini, kami akan menjadi kapal-kapal bagi mereka untuk menyeberang ke sisi yang lain (dari sirat).”

Dan murid-murid kami tersebut, menangis lewat telefon, “Keseluruhan desa-desa telah lenyap. Dan anak-anak mencari orang tua mereka. Namun, dua desa selamat tak tersentuh (tsunami). Kedua desa ini penuh dedikasi untuk cinta pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, makanan mereka kini hanya beras.”

Kedua desa (yang utuh) itu adalah desa-desa yang teguh dalam memelihara Islam Tradisional Klasik sepanjang waktu. Mereka mengajak murid-murid kami melihat daerah yang hancur dan ia berkata, “kami berjalan di atas mayat-mayat orang. Ribuan dan ribuan mayat di tempat terbuka. Tak ada seorang pun, dan tak ada pula cara untuk menuju ke sini dan tak ada jalan yang terbuka untuk mengambil mayat-mayat itu dan menaruh mereka dalam suatu pekuburan massal.” Ia berkata, “Saya tak pernah melihat sesuatu seperti itu sebelumnya.”

Wahai Muslim, Wahai Mu’min, saat Malaikat datang untuk mengambil ruh, ruh itu pun mesti pergi. Badan jasmani akan ditinggalkan karena badan ini adalah milik dunya, sedangkan ruh adalah dengan akhirah. Dan Allah akan bertanya, “Sudahkah kau melakukan sajda kepada-Ku?” Mereka yang melakukannya dan menyembah serta melakukan salat lima waktu mereka, Allah akan menjadikan bahkan rumah mereka, di mana mereka bersalat, serta masajid tempat mereka bersalat dan rumah-rumah di mana mereka salat bersama istri-istri dan anak-anak mereka, menjadi perahu-perahu bagi mereka untuk menyeberangi siraat al-mustaqim menuju sisi yang lain.

Semoga Allah membarakahi diri kita dengan Jannah di bawah syafa’ah Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam.

No comments: